Meski belum jelas siapa pelaku dan motivnya, pemerintah AS, Israel dan Eropa menganggap penyerangan yang terjadi di enam tempat secara bersamaan di ibukota perdagangan India, Mumbai, itu sebagai aksi yang dilakukan oleh kelompok Islam ektrem pro Kashmir atau Alqaeda.
“Mintalah pada Pemerintah untuk melakukan pembicaraan dengan kami dan kami akan melepaskana para sandera,” ujar seorang laki-laki yang disebut bernama Imran dalam bahasa urdu dengan aksen Kashmir.
Serangan teroris di Mumbai, India, telah menewaskan 101 orang. Sebanyak 6 orang di antaranya merupakan warga asing. Kini para teroris masih menyandera lusinan orang. Beberapa di antara para sandera disebut-sebut merupakan warga Israel.
Serangan teroris meliputi hotel-hotel berbintang lima, restoran besar, stasiun KA, dan markas grup Yahudi di Mumbai, pusat ibukota finansial India. Sejumlah orang disandera di Hotel Trident (dulu Oberoi) dan Hotel Taj Mahal.
Kantor berita AP dan situs Israel ynetnews.com, Kamis (27/11) juga melaporkan markas grup Yahudi Chabad Lubavitch yang berbasis di New York, AS, dikepung teroris. Rentetan tembakan terdengar dari dalam bangunan.
Rabi Gavriel Holtzber yang merupakan utusan Chabad Lubavitch di India diduga disandera bersama sejumlah orang lainnya. Konsulat Israel di India sempat mengontak Holtzber, namun terputus di tengah percakapan.
Perwakilan Kementerian Luar Negeri Israel Lior Chayat menyatakan terus memantau perkembangan situasi di Mumbai. Pihaknya telah menerima 300 panggilan telepon warga Israel yang menanyakan nasib keluarganya di Mumbai. Sementara konsulat Israel di Mumbai telah dijaga ketat.
Selain warga Israel, warga asing yang turut disandera antara lain dari Australia dan Singapura. Para teroris yang mengklaim dari Mujahidin India disebut-sebut juga mencari-cari warga Amerika dan Inggris.
Boleh jadi, aksi blokade Gaza yang berlangsung lebih dari enam bulan oleh rezim Israel dan aksi penjajahan AS di Irak, Afghanistan dan Pakistan sebagai pemicunya.